KEKUASAAN
INGGRIS DI SEMENANJUNG MALAYA
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh
Portugis, peristiwa itu menandai dimulailah penyebaran pengaruh Eropa di
Jazirah Malaya. Kekuasaan Portugis atas Malaka kemudian digantikan oleh Belanda
pada tahun 1641. Namun pendudukan Belanda dan Portugis tidak membawa banyak
perubahan dalam sikap hidup bangsa Melayu yang beragama islam. Pada akhir abad
ke-18 Inggris merebut Pulau Pinang dari Sultan Kedah. Ekspansi Inggris tersebut
dilanjutkan dengan merebut Singapura dari Sultan Johor. Inggris semakin
memantapkan kekuasaannya dijazirah Malaya dengan merebut pula Malaka dari
tangan Belanda, yang ditukar dengan Bengkulu yang semula dikuasai oleh Inggris.
Tujuan kedua negara colonial tersebut tiada lain untuk menyatukan wilayah kekuasaan
mereka yang sudah terlebih dahulu berada dalam tangannya. Dua tahun kemudian
wilayah Pinang, Malaka, dan Singapura dihimpun dalam suat wilayah kekuasaan
Inggris, yang dikenal dengan nama Straits Settelements (wilayah pemukiman selat
Malaka).
Penguasaan kolonial memberikan dampak yang nyata terhadap
Asia Tenggara. Kekuatan-kekuatan kolonial memang memperoleh keuntungan yang
besar dari sumber daya alam dan dan pasar Asia Tenggara yang besar, akan tetapi
mereka juga mengembangkan wilayah ini dengan tingkat pengembangan yang
berbeda-beda. Perdagangan hasil pertanian, pertambangan dan ekonomi berbasis
eksport berkembang dengan cepat dalam periode ini. Peningkatan permintaan
tenaga kerja menghasilkan imigrasi besar-besaran, terutama dari India dan China, sehingga terjadilah perubahan
demografis yang cukup besar. Munculnya lembaga-lembaga negara
bangsa modern
seperti birokrasi pemerintahan, pengadilan, media cetak, dan juga pendidikan
modern (dalam lingkup yang terbatas},turut menaburkan benih-benih kebangkitan gerakan-gerakan nasionalisme di wilayah-wilayah jajahan tersebut.
Britania
Raya/ Inggris mendirikan koloni pertamanya di Semenanjung
Malaya pada 1786, dengan penyewaan Pulau Pinang kepada perusahaan India Timur
Britania oleh Sultan Kedah. Pada 1824, Britania Raya menguasai Malaka setelah ditandatangani
Traktat London atau Perjanjian Britania-Belanda 1824 yang membagi kepemilikan
Nusantara kepada Britania Raya dan Belanda, Malaya untuk Britania Raya, dan
Indonesia untuk Belanda. Pada 1826, Britania Raya mendirikan Kolonial Mahkota
di Negeri-Negeri Selat, menyatukan kepemilikan di Malaya antara lain, Penang,
Malaka, Singapura, dan Pulau Labuan. Penang didirikan pada 1786 oleh Kapten
Francis Light sebagai pos komersial dianugerahkan oleh Sultan Kedah.
Negeri-Negeri Selat mulanya diurus dibawah British East India Company di
Kalkuta, sebelum Penang dan kemudian Singapura menjadi pusat pengurusan koloni
mahkota, hingga 1867, ketika tanggung jawab pengurusan dialihkan kepada Kantor
Kolonial di London.
Selama
abad ke-19, banyak Negeri Melayu berupaya untuk mendapatkan bantuan Britania
untuk menyelesaikan onflik-konflik internal mereka. Kepentingan komersial
pertambangan timah di negeri Melayu bagi para saudagar di Negeri-Negeri Selat
membuat pemerintah Britania melakukan campur tangan di dalam Negeri-Negeri
penghasil timah di Semenanjung Malaya. Diplomasi Kapal Meriam Britania
ditugaskan demi mewujudkan resolusi perdamaian terhadap kekacauan sipil yang
disebabkan oleh bandit Cina dan Melayu.
Pada
akhirnya Perjanjian Pangkor 1874 membuka jalan untuk perluasan pengaruh
Britania di Malaya. Perjanjian Pangkor memberikan wewenang terhadap Inggris
untuk bertindak sebagai penasehat Sultan Melayu. Persetujan pangkor tersebut
menunjukan adannya perubahan politik yang secara tidak langsung telah
mengurangi kekuasaan formal sultan-sultan itu sebagai Kepala Negara. Dengan
ditandatanganinnya persetujuan pangkor itu Inggris telah mengambil alih kewajiban-kewajiban
politik yang tadinya dijalankan oleh para Sultan dan kaum bangsawan Melayu.
Memasuki abad ke-20, Negeri Pahang, Selangor, Perak dan Negeri Sembilan
bersama-sama dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu (jangan dibingngkan
dengan federasi Malaya), dibawah kendali de facto residen Britania diangkat
untuk menasehati para penguasa Melayu. Orang Britania menjadi “penasehat”
diatas kertas, tetapi sebenarnya, mereka menjalankan pengaruh penting diatas
penguasa Melayu.
Pada
tahun 1910 terjadi suatu perkembangan ekonomi yang mampu mengangkat taraf
kehidupan penduduk sebagian jazirah Malaya, yaitu dengan dimulailah usaha
perindustrian karet. Pertumbuhan industri karet ini menyebabkan timbulnya
gelombang imigrasi kedua.
Daerah
Malaysia Timur seorang petualang Inggris James Brooke mengunjungi kucing yang
waktu itu termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Brunei, selanjutnya pada tahun
1877 dan 1878 pedagang-pedagang Inggris berhasil mendapatkan daerah Kalimantan
Utara dan Timur dari Kesultanan Brunei dan juga dari Sultan Sulu (sekarang
Filipina).
Setelah
dua bulan pertempuran pada tahun 1941-1942 diawal perang dunia kedua untuk
wilayah pasifik jazirah Malaya daerah-daerah Kalimantan diduduki Jepang sampai
negara itu menyerahkan kembali pada Inggris dalam blan September 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar