Rabu, 08 April 2015

Kekuasaan Inggris Di Malaya

KEKUASAAN INGGRIS DI SEMENANJUNG MALAYA
            Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh Portugis, peristiwa itu menandai dimulailah penyebaran pengaruh Eropa di Jazirah Malaya. Kekuasaan Portugis atas Malaka kemudian digantikan oleh Belanda pada tahun 1641. Namun pendudukan Belanda dan Portugis tidak membawa banyak perubahan dalam sikap hidup bangsa Melayu yang beragama islam. Pada akhir abad ke-18 Inggris merebut Pulau Pinang dari Sultan Kedah. Ekspansi Inggris tersebut dilanjutkan dengan merebut Singapura dari Sultan Johor. Inggris semakin memantapkan kekuasaannya dijazirah Malaya dengan merebut pula Malaka dari tangan Belanda, yang ditukar dengan Bengkulu yang semula dikuasai oleh Inggris. Tujuan kedua negara colonial tersebut tiada lain untuk menyatukan wilayah kekuasaan mereka yang sudah terlebih dahulu berada dalam tangannya. Dua tahun kemudian wilayah Pinang, Malaka, dan Singapura dihimpun dalam suat wilayah kekuasaan Inggris, yang dikenal dengan nama Straits Settelements (wilayah pemukiman selat Malaka).
            Penguasaan kolonial memberikan dampak yang nyata terhadap Asia Tenggara. Kekuatan-kekuatan kolonial memang memperoleh keuntungan yang besar dari sumber daya alam dan dan pasar Asia Tenggara yang besar, akan tetapi mereka juga mengembangkan wilayah ini dengan tingkat pengembangan yang berbeda-beda. Perdagangan hasil pertanian, pertambangan dan ekonomi berbasis eksport berkembang dengan cepat dalam periode ini. Peningkatan permintaan tenaga kerja menghasilkan imigrasi besar-besaran, terutama dari India dan China, sehingga terjadilah perubahan demografis yang cukup besar. Munculnya lembaga-lembaga negara bangsa modern seperti birokrasi pemerintahan, pengadilan, media cetak, dan juga pendidikan modern (dalam lingkup yang terbatas},turut menaburkan benih-benih kebangkitan gerakan-gerakan nasionalisme di wilayah-wilayah jajahan tersebut.
            Britania Raya/ Inggris mendirikan koloni pertamanya di Semenanjung Malaya pada 1786, dengan penyewaan Pulau Pinang kepada perusahaan India Timur Britania oleh Sultan Kedah. Pada 1824, Britania Raya menguasai Malaka setelah ditandatangani Traktat London atau Perjanjian Britania-Belanda 1824 yang membagi kepemilikan Nusantara kepada Britania Raya dan Belanda, Malaya untuk Britania Raya, dan Indonesia untuk Belanda. Pada 1826, Britania Raya mendirikan Kolonial Mahkota di Negeri-Negeri Selat, menyatukan kepemilikan di Malaya antara lain, Penang, Malaka, Singapura, dan Pulau Labuan. Penang didirikan pada 1786 oleh Kapten Francis Light sebagai pos komersial dianugerahkan oleh Sultan Kedah. Negeri-Negeri Selat mulanya diurus dibawah British East India Company di Kalkuta, sebelum Penang dan kemudian Singapura menjadi pusat pengurusan koloni mahkota, hingga 1867, ketika tanggung jawab pengurusan dialihkan kepada Kantor Kolonial di London.
            Selama abad ke-19, banyak Negeri Melayu berupaya untuk mendapatkan bantuan Britania untuk menyelesaikan onflik-konflik internal mereka. Kepentingan komersial pertambangan timah di negeri Melayu bagi para saudagar di Negeri-Negeri Selat membuat pemerintah Britania melakukan campur tangan di dalam Negeri-Negeri penghasil timah di Semenanjung Malaya. Diplomasi Kapal Meriam Britania ditugaskan demi mewujudkan resolusi perdamaian terhadap kekacauan sipil yang disebabkan oleh bandit Cina dan Melayu.
            Pada akhirnya Perjanjian Pangkor 1874 membuka jalan untuk perluasan pengaruh Britania di Malaya. Perjanjian Pangkor memberikan wewenang terhadap Inggris untuk bertindak sebagai penasehat Sultan Melayu. Persetujan pangkor tersebut menunjukan adannya perubahan politik yang secara tidak langsung telah mengurangi kekuasaan formal sultan-sultan itu sebagai Kepala Negara. Dengan ditandatanganinnya persetujuan pangkor itu Inggris telah mengambil alih kewajiban-kewajiban politik yang tadinya dijalankan oleh para Sultan dan kaum bangsawan Melayu. Memasuki abad ke-20, Negeri Pahang, Selangor, Perak dan Negeri Sembilan bersama-sama dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu (jangan dibingngkan dengan federasi Malaya), dibawah kendali de facto residen Britania diangkat untuk menasehati para penguasa Melayu. Orang Britania menjadi “penasehat” diatas kertas, tetapi sebenarnya, mereka menjalankan pengaruh penting diatas penguasa Melayu.
            Pada tahun 1910 terjadi suatu perkembangan ekonomi yang mampu mengangkat taraf kehidupan penduduk sebagian jazirah Malaya, yaitu dengan dimulailah usaha perindustrian karet. Pertumbuhan industri karet ini menyebabkan timbulnya gelombang imigrasi kedua.
            Daerah Malaysia Timur seorang petualang Inggris James Brooke mengunjungi kucing yang waktu itu termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Brunei, selanjutnya pada tahun 1877 dan 1878 pedagang-pedagang Inggris berhasil mendapatkan daerah Kalimantan Utara dan Timur dari Kesultanan Brunei dan juga dari Sultan Sulu (sekarang Filipina).

            Setelah dua bulan pertempuran pada tahun 1941-1942 diawal perang dunia kedua untuk wilayah pasifik jazirah Malaya daerah-daerah Kalimantan diduduki Jepang sampai negara itu menyerahkan kembali pada Inggris dalam blan September 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar