Jumat, 21 Agustus 2015
Pisang Aneh di Gedung Miring
Kalau di Negeri Italia ada sebuah bangunan
miring yakni Menara Pisa yang sangat termasyhur di seluruh dunia, maka di
Indonesia juga ada bangunan yang disebut Gedung Miring, letaknya di Panti
Rehabilitasi Jiwa dan Narkoba “H.Mustajab“, Desa Bungkanel, Kecamatan
Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Bangunan berkapasitas sekitar
100 kamar itu dibangun pada tahun 2008 yang menghabiskan dana sebesar Rp. 1,8
Milyar. Mengapa disebut Gedung Miring, karena tata letak kamar-kamar pada
bangunan itu dibuat sedemikian rupa sehingga tidak lurus antara yang satu
dengan lainnya alias miring. Ini mengandung makna bangunan itu sebagai tempat
untuk merawat orang yang menderita gangguan jiwa atau miring. “Kalau tidak mau
menjadi penghuni Gedung Miring maka janganlah berperilaku miring,“ pesan Haji
Supono Mustadjab selaku pengelola panti rehabilitas jiwa dan narkoba.
Tampaknya, hal yang aneh memang melekat di bangunan ini. Di kebun bagian
belakang gedung miring ada pohon pisang yang aneh. Pohon pisang dengan
tingginya sekitar tiga meter dan bertunas empat batang itu mempunyai dua tandan
pisang dengan tiga buah jantung pisang. Tandan yang satu terdiri dari tujuh
sisir dengan satu buah jantung pisang, tandan yang satunya lagi terdiri dari
lima sisir dan mempunyai buah dua jantung pisang.
“Pohon pisang tersebut ditanam setahun yang
lalu. Beberapa hari setelah pisang tersebut ditanam, saya mendapat firasat akan
terjadi suatu keanehan,” ujar H. Supono tentang pohon pisang aneh itu.
Rabu, 10 Juni 2015
Beasiswa dari Perantau Asal Bungkanel
Kerukunan
Keluarga Bungkanel (Kekeb) Jakarta bekerja sama dengan Muslimat NU Bungkanel,
Kecamatan Karanganyar, menyerahkan santunan dan beasiswa pada 49 anak yatim
piatu. Beasiswa diserahkan sebelum pengajian akbar Muharram 1426 Hijriah di
Balai Pendidikan Islam Bungkanel, kemarin.
''Pemberian
beasiswa ini sudah dua kali. Rencananya beasiswa diberikan setiap semester.
Kegiatan sosial ini sudah berlangsung setiap tahun sejak 1979 oleh Muslimat NU
Ranting Bungkanel bersama warga Bungkanel di Jakarta. Besar santunan dan
beasiswa disesuaikan dengan jenjang pendidikan setiap siswa,'' kata Ketua Kekeb
Hafida Muksin.
Beasiswa
untuk murid TK Rp 10.000/bulan, SD/MI Rp 15.000, SLTP/MTs Rp 20.000, SMA dan
santri Rp 30.000, serta yatim piatu yang belum sekolah menerima Rp 10.000.
"Total dana yang disalurkan Rp 4,9 juta,'' tutur Hafida. Dana itu, kata
dia, dari anggota organisasi tersebut.
Kekeb
Jakarta didirikan pertengahan tahun 1970-an. Organisasi itu menghimpun warga
Desa Bungkanel yang berdomisili di Jakarta. Wujud partisipasi Kekeb bagi
kelanjutan pendidikan yatim piatu di Bungkanel berupa bantuan tetap, tidak
tetap, dana abadi dengan menyumbangkan uang maksimal Rp 1 juta, dan sumbangan
lembaga swasta dan pemerintah.
Camat
Karanganyar Nur Hamam mengatakan, pemberian beasiswa itu membantu program
penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di Purbalingga.
''Pendidikan
bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh komponen
masyarakat. Karena itu kami bersyukur masyarakat Bungkanel di Jakarta
memedulikan pendidikan yatim piatu di Bungkanel,'' ujar dia.
Senin, 08 Juni 2015
Tak Kunjung Sembuh, Kursini Gantung Diri
Warga
Desa Bungkanel heboh saat mendengar salah satu warganya ditemukan menggantung
di rumahnya. Tidak ada yang menyangka Kursini (48) Warga RT 05/01 Desa Bungkanel
nekat mengahiri hidupnya dengan gantung diri di rumahnya Sabtu (22/11).
Dari
informasi para tetangga, korban sering mengeluhkan penyakit liver dan tak
kunjung sembuh. Korban yang sehari-hari bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga juga
sering mengeluhkan tidak adanya biaya untuk berobat dan menyembuhkan
penyakitnya.
Kejadian
berawal, saat kedua anak korban Nur Aisyah ((16) dan Harti (14) pulang sekolah.
Saat masuk rumah kedua anak korban mendapati ibunya sudah tergantung di pintu
kamar tengah rumahnya.
Melihat
kejadian itu, kedua anak korban langsung berteriak dan meminta tolong kepada
para tetangganya. Masyarakat yang berada di sekitar langsung mendatangi lokasi
teriakan dan membantu kedua anak korban. Warga melaporkan kejadian itu ke
Mapolsek Karanganyar.
Mendengar
kejadian tersebut, Kapolsek Karanganyar Iptu Tri Aryo Irianto S Sos, Kanit
Reskrim Aiptu Agus Surino, Brigadir Ade Indarto, Briptu Saimin dan Tim Inafis
Polres Purbalingga langsung mendatangi lokasi kejadian untuk melakukan olah
TKP.
Kapolres
Purbalingga AKBP Anom Setyadji SIK melalui Kapolsek Karanganyar Iptu Tri Aryo
Irianto S Sos menuturkan, diduga korban nekat melakukan gantung diri karena
penyakit liver yang sudah lama diderita dan tak kunjung sembuh. “Dokter dan tim
Inafis Polres Purbalingga juga tidak menemukan unsur lain, korban murni
melakukan aksinya sendiri,” jelasnya.
Korban
ditemukan pertama kali oleh kedua anaknya yang baru pulang sekolah. Para saksi
dan tetangga korban juga sudah dimintai keterangan.
“Korban
menggunakan tali jemuran yang terbuat dari plastik untuk menggantung diri,”
jelas mantan Kanit Perempuan dan Perlindungan anak itu.
Sekilas Sosok H Supono
Nama : H Supono Mustajab
Lahir : Bungkanel, 19 Juli 1953
Istri : Hj. Siti Sofiyatun S Sos
Anak :
1. Rukhman Bashori, MA
2. Imam Fauzi Wahyudiana
3. Retno Sulistianingsih
4. Muliasari
Pendidikan :
- SR 6 tahun di SR Bungkanel
- MTsN 3 tahun di Karanganyar
- Sekolah Persiapan Ilmu Agama Negeri Purbalingga 3 tahun dan kini masih kuliah
Memanusiakan
Orang Sakit Jiwa
Tak
pernah terbayangkan dalam hidupnya jika ia akhirnya bisa dikenal luas seperti
sekarang ini. Sosoknya muncul di media cetak dan juga layar kaca. Ia pun
mendapat undangan mengisi tausiyah ke mana-mana, bahkan sampai ke luar pulau
Jawa. Padahal, ia hanya kiai kampung yang tinggal di desa terpencil. Tetapi,
berkat empatinya menolong orang tersingkir, tertindas dan akhirnya mengangkatnya ke tempat yang mulia. "Saya
sama sekali tidak pernah bermimpi bahwa saya bisa tampil di televisi dan
kampung saya jadi terkenal. Ini semua semata-mata karena anugerah dari
Allah," ujar laki-laki kelahiran Bungkanel, 19 Juli 1953 yang bernama
lengkap H. Supono Mustadjab.
Awal
popularitas laki-laki satu ini, tak dimungkiri berkat keberpihakannya pada
Sumanto, sang pemakan jenazah yang sempat menghebohkan negara ini –lantaran
pada tahun 2003 silam membongkar, mencuri dan memakan mayat Mbah Rinah. Di saat
semua warga tempat kelahiran sang kanibal itu (dan bahkan keluarga Sumanto
sendiri) dengan mentah-mentah tak mau menerima kehadiran Sumanto kembali ke
kampung halaman (di Plumutan, Kemangkon, Purbalingga, Jawa Tengah), sekeluar
dari penjara justru dengan tangan terbuka H Supono Mustajab menampung dan
merawat Sumanto. Dengan “nurani yang tersentuh” itulah, ia dikenal luas apalagi
setelah hampir setahun ternyata Sumanto benar-benar taubat dan sembuh.
tak tega Sosok satu ini, memang layak disebut langka. Di era seperti sekarang ini, susah menemukan orang seperti H Supono. Sosok langka dengan keikhlasan dan ketulusan, yang mau bersusah payah membantu Sumanto di kala banyak orang justru mencemooh. Tapi, dilandasi jiwa kemanusiaan, ia berani menerima resiko dan ternyata perjuangan itu berhasil.
Ceritanya, di hari-hari terakhir Sumanto mau dibebaskan dari penjara, kabar itu santer beredar bahwa warga nyaris dihantui takut, terutama warga Plumutan. Dengan berat hati warga tempat kelahiran Sumanto pun protes dan tak mau menerima kembali Sumanto untuk pulang ke kampung.
Kabar itu rupanya membuat Supono Mustajab, mantan kepala desa Bungkanel tersentuh. Setelah membaca koran lokal, ia langsung pergi ke kampung Plumutan guna menemui kepala desa dan keluarga Sumanto untuk mencari tahu. "Setelah bertemu dengan kepala desa, saya langsung menemui orangtua Sumanto (keluarganya). Di sana saya baru tahu, bahwa ibu Sumanto sendiri “mencak-mencak” tidak mau menerima Sumanto, dan mempersilahkan saya membawa Sumanto kalau berniat mau menolong. Saya tahu kenapa Sumanto ditolak? Sumanto dianggap menakutkan. Warga tak berani menerima dia kembali ke kampung halaman," cerita suami dari Hj. Siti Sofiyatun.
tak tega Sosok satu ini, memang layak disebut langka. Di era seperti sekarang ini, susah menemukan orang seperti H Supono. Sosok langka dengan keikhlasan dan ketulusan, yang mau bersusah payah membantu Sumanto di kala banyak orang justru mencemooh. Tapi, dilandasi jiwa kemanusiaan, ia berani menerima resiko dan ternyata perjuangan itu berhasil.
Ceritanya, di hari-hari terakhir Sumanto mau dibebaskan dari penjara, kabar itu santer beredar bahwa warga nyaris dihantui takut, terutama warga Plumutan. Dengan berat hati warga tempat kelahiran Sumanto pun protes dan tak mau menerima kembali Sumanto untuk pulang ke kampung.
Kabar itu rupanya membuat Supono Mustajab, mantan kepala desa Bungkanel tersentuh. Setelah membaca koran lokal, ia langsung pergi ke kampung Plumutan guna menemui kepala desa dan keluarga Sumanto untuk mencari tahu. "Setelah bertemu dengan kepala desa, saya langsung menemui orangtua Sumanto (keluarganya). Di sana saya baru tahu, bahwa ibu Sumanto sendiri “mencak-mencak” tidak mau menerima Sumanto, dan mempersilahkan saya membawa Sumanto kalau berniat mau menolong. Saya tahu kenapa Sumanto ditolak? Sumanto dianggap menakutkan. Warga tak berani menerima dia kembali ke kampung halaman," cerita suami dari Hj. Siti Sofiyatun.
Dengan
berbekal izin kepala desa dan keluarga Sumanto itulah, maka H Supono kemudian
pergi ke lapas Purwokerto. "Saat pertama kali datang, memang penjaga tidak
mengizinkan saya masuk. Saya mencari akal, mengatakan bahwa saya ini menjenguk
Sumanto sebagai Ketua RMI Robitoh Maqhad Islamiah Purbalingga, dan Ketua Pemuda
Pancasila Purbalingga. Akhirnya, penjaga mengizinkan. Dalam kesempatan itulah,
saya bilang warga dan keluarga Sumanto tak menerimanya. Saya kasihan.
Kedatangan saya kesini ingin merawat Sumanto di rumah sakit Jiwa saya Ketulusan
Supono untuk merawat Sumanto itu, ternyata masih belum mendapat jawaban.
Tetapi, saat mau lebaran, akhirnya kabar dari lapas itu datang lewat telepon,
"Saya diberitahu bahwa pihak keluarga Sumanto dan seluruh wartawan media
cetak akan berkunjung ke rumah saya untuk melihat persiapan saya menerima
Sumanto. Karena Sumanto itu orang luar biasa. Jadi butuh persiapan ekstra
hati-hati.
Setelah
semua datang ke Bungkanel untuk melihat persiapan Wisma Rehabilitasi Sosial
Mental dan Narkoba di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga, milik
Supono, ternyata semua orang setuju jika Sumanto tinggal di sana. "Maka,
dalam waktu seminggu saya kerja keras mempersiapkan tempat khusus buat Sumanto,
kamar yang berpintu besi yang ditambah keamanan rangkap tiga, karena orang di
desa saya pun takut akan kehadiran Sumanto," ujar ayah dari Retno
Sulistianingsih ini tegas. Anehnya, saat sudah ada kepastian bahwa Sumanto akan
menghuni rumah sakit jiwa milik Supono, warga Bungkanel yang sebelumnya setuju
Supono mendadak ragu. Padahal, sebelumnya Supono sudah memberikan penyadaran di
acara pengajian dan pertemua desa dan bahkan telah meminta tanda tangan dari
semua pejabat desa. Nyaris semua orang setuju. Tetapi, tiba-tiba ada pejabat
desa yang menolak. Akhirnya, warga yang sadar tiba-tiba goyah.
"Akhirnya,
saya berjuang keras memberikan penjelasan bahwa saya menerima Sumanto atas
dasar hadits dari rasulullah bahwa surga itu merindukan empat golongan.
Pertama, golongan orang yang membaca al-Qur`an. Kedua, adalah golongan orang
yang menjaga lisan. Ketiga, golongan orang yang memberi makan orang yang lapar,
memberi arahan, mengentaskan orang teraniya tertindas dan tersiksa. Keempat,
adalah golongan orang yang puasa di bulan suci ramadhan. Saya ini mengambil
golongan yang ketiga, menolong orang teraniaya dan tersiksa." Rupanya,
dalil itu meruntuhkan hati warga dan menerima kehadiran Sumanto untuk tinggal
di Wisma Rehabilitasi Sosial Mental dan Narkoba di Desa Bungkanel. Dulu
menanggung biaya warga Rasa kemanusiaan Supono untuk menampung Sumanto adalah
sebagian kecil dari kiprahnya. Karena, H Supono sudah lama berkecimpung di
bidang pembangunan mental. Tak berlebihan, kalau Wisma Rehabilitasi Sosial
Mental dan Narkoba yang dulu ada di sebelah rumah Supono, kini sudah dibangun
megah, mentereng dan siap untuk menampung 200 pasien. Padahal, rumah sakit jiwa
yang kini berdiri megah itu tak akan terbangun jika dulu H Supono Mustajab
tergerak hati. Ia prihatin terhadap orang-orang sakit yang tak mampu untuk
berobat. Jadi ceritanya, sekitar tahun 70-an, H Supono Mestajab menjabat
sebagai lurah kampung Bungkanel. Dengan jabatan itu, tentu ia dituntut dedikasi
yang tinggi untuk menolong warganya yang ditimpa musibah. Dia pun memiliki
tanggung jawab untuk mengantarkan seorang warga di kampungnya ke Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) untuk berobat. Anehnya, orang yang sakit itu adalah orang yang tak
mampu. Makanya, setelah keluar dari rumah sakit, terpaksa H Supono yang
menanggung biaya pengobatan.
Dengan
pengalaman pahit itu, H Supono berpikir, "Saya berpikir panjang, jika
begini terus, dan negara tak mau memberi tanggung jawab, terus bagaimana
keadaan warga? Pemerintah lebih membangun pembangunan fisik, dan siapa yang
membangun mental masyarakat? Akhirnya, dari situlah saya berniat membangun
mental masyarakat dengan mendirikan rumah sakit jiwa. Padahal saat saya
menjabat sebagai kepala desa, waktu itu saya belum memiliki rumah. Maka, jika
ada orang sakit, masih saya titipkan. “kenang mantan Kepala Desa Bungkanel ini.
Kini,
rumah sakit jiwa itu sudah berdiri dengan megah dan sudah didedikasikan H
Supono sebagai rumah sakit jiwa “termurah”. Selain itu, kini juga sudah
dibangun sekitar 200 kamar dan bahkan dengan ikhlas, H Supono Mustajab pun
berjanji memberi jaminan bagi mereka yang tidak mampu (miskin) agar tidak
dikenai biaya, alias gratis. Bahkan selama ini pun, keberadaan Sumanto tinggal
di rumah sakit jiwa milik Supono pun semata-mata atas biaya pribadi dari H.
Supono. Derajat terangkat Tetapi, niat baik dari H Supono merawat dan
menyembuhkan orang yang sakit itu ternyata tidak sia-sia. Ada balasan dari
Allah. "Tuhan mengatakan, siapa saja yang menduduki angka satu dari empat
golongan itu (hadits yang menjadi alasan H Supono menerima Sumanto di atas
–red), Allah akan mengangkat derajat mereka. Dan ternyata benar, akhirnya
derajat saya diangkat oleh Allah. Saya masuk tv, koran juga diundang ceramah
kemana-mana. Padahal, saya sama sekali tak pernah berpikir jika akhirnya bisa
masuk tv berkat Sumanto. Ini karena Allah. Itulah janji Allah yang diyakini H
Supono berkat menolong orang yang tersisih. Apalagi, dengan program dan misi yang
diterapkan dalam merawat dan membimbing pasien di wismannya yang kerap pula
dijuluki Pondok An-Nur itu, berbeda dengan Rumah Sakit Jiwa pada umumnya. Di
wisma milik H Supono pasiennya dikenalkan dengan agama. Bahkan program khusus
untuk Sumanto, kiai kampung ini pun ternyata membimbing dengan baik. “saya
punya program mendidik Sumanto dengan 3 program. Pertama, wasis yakni mendidik
agar menjadikannya pintar, kedua menjadikannya waras (sehat) secara jasmani
maupun pikiran dan yang ketiga adalah warek (kenyang) agar dia sekeluar dari
sini nanti bisa mencari uang untuk dirinya sendiri dan keluargannya”.
Tidak
mencengangkan, ternyata 3 program itu mujarab. Kini, Sumanto sudah taubat dan
bisa mengisi ceramah mendampingi H Supono.
Kamis, 04 Juni 2015
Sumanto “Kanibal” Idamkan Istri
Seperti Dewi Persik
Sing penting wadon karo rajin sholate (yang
penting perempuan dan rajin salatnya),” ujar Sumanto di Rumah Sakit Jiwa Mental
dan Narkoba milik Haji Supono Mustajab, Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar,
Purbalingga, Jawa Tengah, Kamis, 11 Agustus 2011. Sumanto menambahkan,
perempuan yang didambakannya haruslah perempuan alim. Selain itu, perempuan itu
harus ahli salat, bisa mengaji, dan bisa mengurus anak dengan baik.
“Ora susah sing ayu, sing penting bisa ngurus inyong karo anak-anakku (Tidak harus cantik, yang penting bisa mengurusku dan anak-anaku),” imbuhnya. “Tapi kalau diberi yang seperti Dewi Persik, ya tidak akan menolak,” ujarnya menambahkan sambil tersipu malu. Pada 2003, Sumanto mencuri mayat seorang nenek lalu memakannya. Ia dihukum penjara lima tahun, namun dibebaskan pada 2006 setelah beberapa kali mendapat remisi. Haji Supono Mustajab, pemilik Rumah Sakit Mental yang sudah mengurus Sumanto sejak tujuh tahun lalu, mengatakan bahwa sebulan terakhir ini Sumanto sering merengek kepadanya agar segera dicarikan istri. “kalau sedang tidak ada kegiatan, pasti ia akan merengek terus,” katanya.
“Ora susah sing ayu, sing penting bisa ngurus inyong karo anak-anakku (Tidak harus cantik, yang penting bisa mengurusku dan anak-anaku),” imbuhnya. “Tapi kalau diberi yang seperti Dewi Persik, ya tidak akan menolak,” ujarnya menambahkan sambil tersipu malu. Pada 2003, Sumanto mencuri mayat seorang nenek lalu memakannya. Ia dihukum penjara lima tahun, namun dibebaskan pada 2006 setelah beberapa kali mendapat remisi. Haji Supono Mustajab, pemilik Rumah Sakit Mental yang sudah mengurus Sumanto sejak tujuh tahun lalu, mengatakan bahwa sebulan terakhir ini Sumanto sering merengek kepadanya agar segera dicarikan istri. “kalau sedang tidak ada kegiatan, pasti ia akan merengek terus,” katanya.
Selasa, 28 April 2015
Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) H. MUSTAJAB Di
Desa Bungkanel
Penggabungan metode penyembuhan secara medis dan non medis ternyata membawa hasil yang memuaskan. Semakin hari semakin banyak pasien yang datang khususnya mereka yang menderita gangguan jiwa dan juga yang ingin lepas dari ketergantungan NAZA ( narkotika dan zat aditif lainnya ) Selanjutnya untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien maka didirikan Panti Rehabilitasi Mental dan Narkoba “H. Mustajab” di bawah naungan Yayasan “An-Nur” pada tanggal 28 November 1995 dan didaftarkan pada Notaris Tajuddin Nasution, SH. Dengan nomor 3 tanggal 3 Juni 2003.
Setelah melalui proses panjang akhirnya keluarlah Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang Ijin Sementara Kesatu Tentang Penyelenggaraan Sarana Kesehatan Rumah Sakit Khusus Jiwa H. Mustajab Purbalingga pada tanggal 30 Desember 2009. Selanjutnya, pada tanggal 5 Mei 2011 Rumah Sakit Khusus Jiwa H. Mustajab memperoleh Ijin Sementara Kedua Tentang Penyelengaraan Sarana Kesehatan Rumah Sakit Khusus Jiwa H. Mustajab, dengan keluarnya Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga oleh Dinas Kesehatan Purbalingga. Pada tanggal 20 desember 2011, terjadi pengalihan pengelola yang semula dipegang oleh Yayasan An-Nur dialihkan Ke PT. RUMAH SAKIT H. MUSTAJAB yang terdaftar pada Notaris Nurlayla Sucipto Putri, SH., MKn tanggal 16 Desember 2011.
Langganan:
Postingan (Atom)